PERANAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM PEREKONOMIAN
INDONESIA
A. Efek Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana
yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana
lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara
bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan
ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat
menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005)
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi
pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa
perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth,
Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan
impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi
motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun
1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan
demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi
pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan,
tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk
dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan
modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan
internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang
berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat
produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan
peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan
kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan
itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara
eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika
barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara
eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara
importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir
(Appleyard, 2004).
B. Efek Terhadap Produksi
Pedagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks
terhadap sector produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan
empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1. Spesialisasi produksi.
2. Kenaikan “investasi surplus”
3. “Vent for Surplus”.
4. Kenaikan produktivitas.
Spesialisasi
Perdagagangan internasional mendorong masing-masing Negara
kea rah spesialisasi dalam produksi barang di mana Negara tersebut memiliki
keunggulan komperatifnya. Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi
produksi yang penuh, sedangkan dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi
yang tidak penuh. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri
tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan
menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat,
tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru menurunkan kesejahteraan
masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu
menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF
sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF
sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan
riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi.
Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak
memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau
berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan
tidak selalu bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga keaadan ini berkaitan dengan
kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor
produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Keadaan ini
adalah:
a. Ketidakstabilan pasar luar negeri
Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi
dari perdagangan, hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan
kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan jatuh. Lain
halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialsasi pada kedua barang
tesebut, tetapi juga memproduksi barang-barang lain baik untuk ekspor maupun
untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Turunnya harga dari satu atau dua barang
mungkin bisa diimbangi oleh naiknnya haga barang-barang lain. Inilah
pertentangan atau konfik antara spesialisasi dengan diversifikasi. Spesialisasi
biasa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan
resiko ketidakstabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan
sebagian dari kenaikan pendapatan dari spesialisasi. Sekarang hampir semua
negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun
didasarkan atas prinsip keunggulan komperatif, seperti yang ditunjukan oleh
teori ekonomi) bukanlah keadaan yang baik. Manfaat dari diversifikasi harus
pula diperhitungkan.
b. Keamanan nasional
Bayangkan suatu negara hanya memproduksi satu barang,
misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya.
Meskipun karet adalah cabang produksi dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komperatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan CPFnya
semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini tidak sehat. Seandainya terjadi
perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dari manakah
diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola
produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komperatif tidak harus selalu
diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali
tidak terjamin.
c. Dualisme
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang
berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa,
ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang
sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor
ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari
pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan
internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan
ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah
menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental.
Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam
negeri yang “tradisional”.
Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita
untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik
bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun.
Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari
perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif
masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya
memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat
perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu
pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan.
Investible Surplus Meningkat
Perdagangan meningkat pendapatan riil masyarakat. Dengan
pendapatan riil yang lebih tinggi berarti negara tersebut mampu untuk
menyisihkan dana sumber-sumber ekonomi yang lebih besar bagi investasi (inilah
yang disebut “investible surplus”). Investasi yang lebih tinggi berarti laju
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Jadi perdagangan bisa memdorong laju
pertumbuhan ekonomi.
Inilah inti dari pengaruh perdagangan internasional terhadap
produksi lewat investible surplus. Ada tiga hal mengenai pengaruh ini perlu
dicatat:
a. Kita harus menanyakan berapa dari manfaat perdagangan
(kenaikan pendapatan riil) yang diterima oleh warga negara tersebut, dan berapa
yang diterima oleh warga negara asing yang memiliki faktor produksi, misalnya
modal, tenaga kerja, yang diperkejakan di negara tersebut. Dengan lain
perkataan, yang lebih penting adalah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan GDP,
yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan.
b. Kita harus menanyakan pula berapa dari kenaikan
pendapatan riil karena perdagangan tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan
investasi dalam negeri, dan berapa ternyata dibelanjakan untuk konsumsi yang
lebih tinggi atau ditransfer ke luar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing
sebagai imbalan bagi modal yang ditanamkannya? Dari segi pertumbuhan ekonomi
yang paling penting adalah kenaikan investasi dalam negeri dan bukan hanya
“investible surplus”-nya.
c. Kita harus pula membedakaan antara “ pertumbuhan ekonomi”
dan “pertumbuhan ekonomi”. Disebutkan di atas bagaimana dualisme dalam struktur
perekonomian bisa timbul dari adanya perdagangan internasional. Di masa lampau,
dan gejala-gejalanya masih tersisa sampai sekarang, kenaikan ivestible surplus
tersebut cenderung untuk diinvestasikan di sektor “modern” dan hanya sedikit
yang mengalir ke sektor “tradisional”. Pertumbuhan semacam ini justru semakin
mempertajam dualisme dan perbedaan antara kedua sektor tersebut. Dalam hal ini
kita harus berhati-hati untuk tidak mempersamakan pertumbuhan ekonomi dengan
pembagunan ekonomi dalam arti sesungguhnya.
Inti dari uraian diatas adalah bahwa kenaikan investible
surplus karena perdagangan adalah sesuatu yang nyata. Tetapi kita harus
mmpertanyakan lebih lanjut siapa yang memperoleh manfaat, berapa besar manfaat
tersebut yang di realisir sebagai investasi dalam negeri, dan adakah pengaruh
dari manfaat tersebut terhadap pembangunan ekonomi dalam arti yang
sesungguhnya.
Vent For Surplus
Konsep ini aslinya berasal dari Adam Smith. Menurut Adam
Smith, perdagangan luar negeri membuka daerah pasar baru yang lebih luas bagi
hasil-hasil didalam negeri. Produksi dalam negeri yang semula terbatas karena
terbatasnya pasar di dalam negeri, sekarang bisa diperbesar lagi. Sumber-sumber
ekonomi yang semula menggangur (surplus) sekarang memperoleh saluran (vent)
untuk bisa dimanfaatkan, karena adanya daerah pasar yang baru. Inti dari konsep
“vent for surplus” adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terangsang oleh terbukanya
daerah pasar baru. Sebagai contoh, suatu negara yang kaya akan tanah pertanian
tetapi penduduk relatif sedikit. Sebelum kemungkinan perdagangan dengan luar
negeri terbuka, negara tersebut hanya mnghasilkan bahan makanan yang cukup
untuk menghidupi penduduknya dan tidak lebih dari itu. Banyak tanah yang
sebenarnya subur dan cocok bagi pertanian dibiarkan tak terpakai. Dengan adanya
kontak dengan pasar dunia, negara tersebut mulai menamam barang-barang
perdagangan dunia seperti lada, kopi, teh, karet, gula, dan sebagainya dengan
memanfaatkan tanah pertanian yang menganggur tersebut. Dengan demikian
pertumbuhan ekonomi meningkat.
Yang perlu dicatat disini adalah bahwa pemanfaatan
tanah-tanah pertanian baru tersebut memerluakan modal dan investasi yang sangat
besar, jauh melebihi kemampuan negara itu sendiri untuk membiayainya. Oleh
sebab itu sejarah mencatat bahwa pembukaan perkebunan-perkebunan hampir selalu
berasal dari modal asing. Ini jelas dari sejarah negara-negara seperti
Indonesia, Malaysia, India, Sri Langka, dan banyak lagi lainnya. Di masa
sekarang sumber-sumber ekonomi yang belum dimanfaatkan kebanyakan tidak lagi
berupa tanah-tanah pertanian (meskipun kadang-kadang masih demikian), tetapi
berupa sumber-sumber alam (khususnya energi) dan kadang-kadang juga tenaga
kerja yang murah dan berlimpah dan murah. Modal yang besar dan teknologi tinggi
diperlukan bagi pemanfaatan sumber-sumber alam ini, dan semuanya itu seringkali
di luar kemampuan negara pemilik sumber-sumber tersebut untuk membiayai dan
melaksanakannya. Jadi tetap memerlukan modal dan teknologi asing. Perhatikan
bahwa inti dari proses “vent for surplus” ini tetap sama, baik dulu maupun
sekarang, yaitu: sumber-sumber ekonomi yang tidak bisa dimanfaatkan kecuali
apabila ada saluran ke pasar dunia dan apabila modal asing diperkenankan masuk.
Perbedaan pokoknya adalah bahwa di masa lampau negara-negara pemilik
sumber-sumber alam tersebut adalah negara jajahan, sedangkan sekarang adalah
negara merdeka dengan pemerintah nasionalnya. Kunci daripada apakah proses
“vent for surplus” ini akan menghasikan pembangunan ekonomi dalam arti
sesungguhnya dalam arti sesungguhnya ataukah hanya “pertumbuhan ekonomi”
seperti yang telah terjadi di zaman lampau, terletak di tangan pemerintah
nasional. Mereka harus bisa meraih sebagian besar dari “manfaat perdagangan”
yang dihasilkan dan menggunakannya bagi kepentingan pembangunan nasionalnya
dalam arti yang sebenarnya.
Produktivitas memiliki pengaruh yang sangat penting dari
perdagangan luar negeri terhadap sektor produksi berupa peningkatan
produktivitas dan efisiensi pada umumnya. Kita bisa membedakan tiga sumber
utama dari peningkatan produktivitas dan efisiensi yang ditimbulkan oleh adanya
perdagangan luar negeri.
a. Economies of scale berarti makin luasnya pemasaran
produksi bisa diperbesar dan dilakukan dengan cara yang lebih murah dan efisien
(Economies of scale menurunkan Long Run Average Cost dari suatu sector
industri).
b. Teknologi baru berarti perdagangan internasional dan
hubungan luar negeri pada umumnya dikatakan sebagai media yang penting bagi
penyebaran teknologi dari negara – negara maju ke negara yang belum berkembang.
Bentuk yang langsung dari penyebaran teknologi ini adalah apabila dengan
dibukanya hubungan dengan luar negeri suatu negara bisa mengimpor barang
misalnya mesin yang bisa meningkatkan produktivitas didalam negeri. Sebagai
contoh, suatu negara sedang berkembang mengimpor komputer untuk memperbaiki
produktivitas aparat pemerintannya. Sebetulnya disini yang dimpor adalah
“teknologi baru” yang terkandung dalam computer tersebut. Bentuk penyebaran
teknologi yang bersifat tidak langsung tetapi kadang sangat penting. Apabila
para produsen dalam negeri memperoleh pengetahuan mengenai produk baru. Cara –
cara yang dilakukan akan lebih efisien dalam produksi, pemasaran dan manajemen
perusahaan pada umumnya, semangat dan motivasi baru untuk melakukan inovasi.
Misalnya dimasa lalu petani Indonesia memperoleh manfaat dari perkebunan
Belanda berupa pengetahuan mengenai produk baru seperti kopi, teh, tembakau,
karet dan gula yang laku dipasaran dunia dan cara penanamannya yang baik.
“belajar” teknologi baru seperti ini lebih memiliki manfaat yang besar dan
berdifat lebih lestari daripada hanya “membeli” teknologi seperti dalam contoh
di atas.
c. Rangsangan persaingan berarti peningkatan efisiensi tidak
hanya terjadi lewat teknologi baru melainkan juga “lewat pasar”. Dikatakan
bahwa dibukanya perdagangan internasional tidak jarang membuat sektor – sector
tertentu didalam perekonomian yang semula “tertidur” dan tidak efisien menjadi
sector yang lebih dinamis berkat adanya pengaruh persaingan dari luar. Sebagai
contoh, jika suatu pasar domestic yang dikuasai oleh sebuah perusahaan monopoli
yang tidak efisien. Kerugian yang ditanggung masyarakat dengan adanya sector
ini akan lebih tinggi. Namun, karena berbagai hal tidak ada perusahaan dalam
negeri yang bisa masuk ksektor ini dan menggeser posisi perusahaan monopoli
tersebut. Apabila kemudian hubungan kluar negeri dibuka, bisa diharapkan bahwa
barang – barang yang sama atau serupa dengan hasil produksi sector tersebut
tetapi dijual dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik akan
mengalir masuk kedalam negeri. Dalam hal ini dibukanya perdagangan mempunyai
pengaruh yang serupa dengan masuknya perusahaan – perusahaan baru yang lebih
efisien ke sektor tersebut. Jadi perdagangan luar negeri bisa meningkatkan
efisiensi suatu sektor melalui peningkatan persaingan. Dalam prakteknya,
Apabila keadaan seperti ini terjadi maka bisa diharapkan bahwa perusahaan
monopoli yang merasa kelangsungan hidupnya dibahayakan akan berusaha untuk
menghalang – halangi mengalirnya barang – barang ke luar negeri. Misalnya
dengan menuntut pengenaan bea masuk yang tinggi. Dalam hal ini pemerintah harus
mempertimbangkan berbagai kepentingan termasuk kepentingan konsumen, produsen,
buruh dan kepentingan masyarakat pada umumnya. Seringkali masalahnya menjadi
sulit dan rumit karena argumentasi ekonomi sering dikacaukan dengan argumentasi
politis dan kepentingan golongan atau sektoral.
Ada beberapa hal penting untuk dicatat mengenai kemungkinan
peningkatan produktivitas melalui hubungan internasional ini. Diantara ketiga
sumber peningkatan produktivitas yaitu Economies of scale, teknologi baru dan
rangsangan persaingan. Salah satu mendapatkan penekanan dan perhatian khusus dari
Negara sedang berkembang yaitu teknologi baru. Masalah pemindahan teknologi
atau transfer of technologi dari Negara maju ke negar sedang berkembang
merupakan topik yang paling banyak diperbincangkan baik dikalangan keilmuan
maupun perundingan internasional antara kelompok Negara sedang berkembang
dengan kelompok Negara maju. Pemindahan teknologi dilihat sebagai salah satu
kunci dari keberhasilan pembangunan di negara yang sedang berkembang. Sampai
berapa jauhkan Negara sedang berkembang dapat memperoleh manfaat teknologi baru
melalui perdagangan internasional, modal asing dan bantuan luar negari? Jawaban
untuk
a. Seberapa jauhkah produsen dan pelaku – pleku ekonomi di
dalam negeri siap untuk menerima teknologi baru tersebut ? Hal ini menyangkut
bukan hanya keterampilan dan pengetahuan minimal yang harus lebih dulu dimiliki
oleh para produsen, buruh didalm negeri tetapi juga berkaitan dengan kesiapan
mereka dan dengan ada – tidaknya lingkungan yang menunjang pengalihan teknologi
tersebut. Ketidaksiapan dari pihak penerima merupakan faktor penghambat
meskipun negaraterkadang Negara sedang berkembang tidak selalu mau mengakuinya
dengan jujur.
b. Sampai berapa jauhkan Negara maju termasuk perusahaan
asing yang beroperasi dinegara tersebut bersedia untuk memberikan dan mengajar
teknologi mereka kepada Negara sedang berkembang? Kemauan dan kejujuran yang
sungguh – sungguh dipihak Negara maju merupakan syarat utama dari berhasilnya
program pengalihan teknologi ini. Itikad dari pihak Negara maju dan perusahaan
– perusahaannya untuk menyebarkan dan mengajarkan teknologinya juga perlu
dipertanyakan, kalau kita lihat betapa lambatnya proses “transfer of technologi
ini berjalan dalam prakteknya.
Ada satu masalah lagi selain proses pengalihan teknologi itu
sendiri yang perlu diperhatikan. Masalai ini adalah mengenai sesuai tidaknya
teknologi yang dialihkan bagi kepentingan pembangunan Negara sedang berkembang.
Teknologi yang dikembangkan dinegara maju bersumber pada desakan dan keadaan
dinegara tersebut. Sedangkan kebutuhan dan keadaan dinegara sedang berkembang
mungkin menuntut teknologi yang berbeda. Sekarang orang mulai mempertanyakan
apakah computer, traktor – traktor besar, mesin serba otomatis memang teknologi
yang diperlukan oleh Negara yang sedang berkembang pada saat ini. Apakah tidak
lebih efektif apabila Negara maju membantu Negara sedang berkembang dalam
pengembangan teknologi terbaru yang langsung merupakan jawaban bagi kebutuhan
Negara sedang berkembang dan tidak hanya memberikan apa yang telah dikembangkan
dinegara maju. Dari sini muncul ide – ide mengenai pentingnya mengembangkan
teknologi madya dan sebagainya. Tetapi sampai saat ini belum ada jawaban yang
tegas bagi pertanyaan seperti ini dan belum ada kesepakatan diantara para
ekonom sendiri.
Bagaimana dengan sumber peningkatan yang lain? Saying bahwa
kedua sumber ini tidak memperoleh perhatian yang sepadan disbanding dengan
sumber teknologi baru tersebut. Kedua sumber ini pun tidak kalah pentingnya
untuk peningkatan prodiktivitas.
C. Efek Terhadap Neraca Perdagangan
Neraca Perdagangan (Trade Balance) adalah sebuah ukuran
selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat
neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam
pasar valuta asing. Efek terhadap neraca perdagangan cenderung menaikkan
barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing,
maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca
pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah
pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami
defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran
keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak
berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
Tantangan Terhadap Tata Internasional yang ada khususnya
menyakut pengkotan-pengkotan negara berdasar geoekonomi dan geopolitik
masyarakat dunia. Persekutuan Negara-negara “non blok” yang berharap untuk
menantang hubungan neo-kolonialis sesudah perang secaara berangsur-angsur
diperluas dan diperkuat anatara konprensi Bandung pada tahun 1955 dan konprensi
Aljazair pada tahun 1973. Konperensi-konperensi dan pertemuan-pertemuan yang
banyak diadakan itu hanya memberikan hasil langsung yang kecil, sedang blok
sosialis tak pernah mampu untuk membantu dunia ketiga dalam memperoleh suatu
kekuatan berunding kolektif yang efektif. Namun suatu forum untuk perundingan
diadakan dengan teerciptanya konprensi PBB untuk perdagangan dan pembangunan
(UNCTAD) pada tahun 1964 sebagai suatu “serikat buruh” untuk Negara-negara dunia
ketiga. Tuntutan-tuntutan yang dirumuskan.
Hutang resmi pada luar negeri ditentukan sedemikian rupa
sehingga mencakup hutang-hutang yang diadakan oleh sector pemerintah, maupun
hutang-hutang yang diadakan oleh sector swasta, yang dijamin oleh badan
pemerintah.
Pertemuan UNCTAD yang pertama sudah meliputi sebagian besar
dari masalah-masalah yang ingin dirundingkan dan didasarkan atas asas-asas umum
yang termuat dalam piagam UNCTAD yang mewajibkan setiap Negara untuk memberikan
sumbangan-sumbangan kepada suatu tata ekonomi internasional yang diperbaiki
yang mencakup “kemajuan ekonomi dan sosial di seluruh dunia” dan “perbaikan
dalam kesejaahteraan dan tingkat hidup semua orang.
Tindakan kelompok organisasi Negara-negara pengekspor minyak
bumi (OPEC), yang meningkatkan harga minyak dunia dengan empat kali lipat,
terjadi dengan latar belakang erosi perlahan-lahan dalam hegemoni politik dan
militer Amerika Serikat di Seluruh dunia. ruh dunia, seperti misalnya
kekalahannya yang bergema di Asia Tenggara.
Tindakan OPEC tersebut di atas mencapai suatu perge¬seran
yang nyata dalam perimbangan kekuasaan dengan tiga konse¬kuensi penting:
a. Tindakan tersebut memperlihatkan keuntungan-keuntung¬an
yang potensial bagi ketiga kelompok negara-negara pengekspor komoditi primer
yang dapat menguasai pasaran dunia untuk suatu komoditi yang penting, di mana
negara-negara Barat tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
b, Tindakan OPEC memperlemah negara-negara Barat dengan amat
mengacaukan neraca pembayaran mereka serta mematahkan monopoli mereka dalam
cadangan internasional.
c. Karena OPEC bersedia untuk menggunakan kekuatan
be¬rundingnya untuk menunjang tuntutan-tuntutan lain dari dunia ketiga, maka
OPEC pun secara substansial memperkuat posisi berunding dunia ketiga secara
keseluruhan.
Tantangan itu, setidak-tidaknya untuk, waktu ini, adalah
suatu tantangan yang nyata, dan perundingan-perundingan antara nega¬ra-negara
kaya dan miskin menjadi lebih terarah. Pada Sidang UNCTAD IV tercapai
persetujuan mengenai dua hal-pembentuk¬an suatu dana stabilisasi multi-komoditi
dan suatu kode untuk pe¬ngalihan teknologi. Bidang perundingan lain yang
penting ialah Konperensi PBB untuk Hukum Laut, di mana negara-negara dunia
ketiga sedang mendesakkan pengaturan internasional baru untuk memastikan hak
atas sumber daya; sumber daya laut dan dasar laut.
Tetapi kekuatan berunding dunia ketiga masih belum kokoh.
Masih harus dilihat apakah produsen-produsen komoditi primer lain, yang
diilhami oleh keberhasilan OPEC, dapat merigorganisir kartel-kartel yang
efektif. Juga masih harus dilihat apakah Negara-¬negara Barat dapat memperbaiki
kerusakan perekonomian mereka sendiri, dan apakah anggota-anggota OPEC yang
lebih kaya akan terus berpihak pada dunia ketiga atau, sebaliknya, lambat laun
akan ditarik ke dalam "klub orang-orang, kaya" Sistem harga
"dua-tingkat" dari OPEC sudah menunjukkan adanya suatu perpe¬cahan.
Adalah penting untuk dicatat bahwa sistem sesudah perang,
yang mendorong pertumbuhan yang pesat di Eropa dan Jepang selama lebih dari dua
dasawarsa, sudah memperlihatkan gejala-geja1a ketidak-stabilan yang gawat
sebelum terjadinya krisis minyak. Dalam hal ini perlu disebut tiga kelemahan
pokok, yaitu laju infla¬si yang makin pesat; tidak stabilnya kurs mata uang dan
lalu lintas mata uang, dan perkembangan industri yang berbeda-beda dari
berbagai negara yang bersaingan satu sama lain. Kelemahan-kele¬mahan ini pada akhirnya
dapat merenggangkan persekutuan nega¬ra-negara Barat dan melemahkan keterikatan
dari sedikit-dikitnya beberapa negara terhadap pengaturan ekonomi dunia yang
ber¬laku.
Bidang-bidang Perundingan Utama sangat ditentukan oleh
Topik-topik diskusi yang pada waktu ini dibahas secara aktif dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori: komoditi-komoditi primer, perkembangan
industri dan sumber pembiayaan luar nege¬ri. Hingga kini yang terutama
ditekankan adalah topik pertama yaitu komoditi primer.
Usul-usul khusus yang diajukan mencakup suatu "rencana
ko¬moditi terpadu" untuk komoditi-komoditi yang merupakan 80 persen dari
seluruh perdagangan komoditi, tidak termasuk minyak bumi, indeksasi harga
komoditi2 dan pembentukan asosiasi-asosia¬si produsen.
Rencana komoditi terpadu mencakup persediaan golongan
pe¬nyangga internasional yang dibiayai dengan suatu dana umum yang berjumlah
beberapa milyar dollar Amerika Serikat, tekanan pada kontrak-kontrak persediaan
besar yang berjangka panjang, pembiayaan kompensasi untuk kehilangan
penghasilan yang dise¬babkan oleh jatuhnya harga, dan peningkatan pengolahan
dan distribusi bahan-bahan mentah oleh negara-negara penghasil ko¬moditi.
Usul-usul yang lebih kontroversial adalah indeksasi (kaitan)
harga-harga komoditi yang diekspor oleh negara-negara dunia keti¬ga dengan
harga-harga yang mereka bayar untuk impor dan pem¬bentukan asosiasi-asosiasi
produsen. Usul-usul ini dapat mengun¬tungkan baik produsen maupun konsumen
dengan menyediakan pasaran yang stabil, dan memungkinkan pertumbuhan yang lebih
pesat. " Tetapi mereka menghadapi perlawanan dari banyak negara Barat,
yang menganggap usul terakhir ini sebagai suatu keinginan untuk meniru OPEC
dengan menetapkan harga-harga yang tinggi dan membatasi persediaan. Bahkan usul
pertama dianggap sebagai saran yang lebih buruk bahwa kelebihan persediaan
harus disubsidi atas beban mereka. Usul indeksasi akan meliputi suatu perluasan
kebijaksanaan dukungan harga yang dijalankan di negara-negara Barat.
Usul balasan, yang terutama diajukan oleh Amerika Serikat,
adalah pengembangan komoditi-komoditi primer melalui pena¬naman modal swasta
dalam produksi terpadu, pengolahan dan ja¬ringan distribusi. Hal ini tidak
dapat diterima oleh banyak negara dimia ketiga, karena akan berarti perluasan
penguasaan atas sum¬ber daya-sumber daya alam mereka oleh perusahaan-perusahaan
multinasional, yang sudah terjadi dalam bahan-bahan mineral, dan yang mereka
sudah sejak lama menganggap sebagai contoh utama dari eksploitasi
neo-kolonialis.
Tujuan-tujuan dunia yang ketiga dalam hal pembangunan
industri adalah persyaratan yang lebih baik untuk memperoleh teknologi, peluang
yang lebih baik untuk menjual barang-barang jadi di pa¬saran negara-negara
Barat dan pengawasan yang lebih besar terha¬dap kegiatan-kegiatan perusahaan-perusahaan
multinasional. Mes¬kipun terdapat kode tentang pengalihan teknologi, namun
ke¬mungkinan terjadinya perubahan yang berarti hanya kecil sekali.
Negara-negara Barat yang sudah terlibat dalam saling persaingan yang hebat,
tidak berhasrat untuk membantu negara-negara dunia ketiga dalam merebut pasaran
dari tangan mereka. Selama tahun-¬tahun terakhir ini wahana utama bagi
pengembangan ekspor ba¬rang-barang jadi dari dunia ketiga adalah
perusahaan-perusahaan multinasional, yang tertarik oleh tenaga kerja yang murah
di negara-negara dunia ketiga. Dalam bidang barang-barang padat¬ karya
perusahaan-perusahaan ini mendatangkan perdagangan ke dunia ketiga yang
merugikan para pekerja di industri-industri yang sama di Barat.
Pemerintah-pemerintah Barat tidak menentang proses ini,
meskipun hal ini mempemgaruhi kesempatan kerja di negara-negara mereka sendiri,
dan pemerintah-pemerintah dunia ketiga sering menyambut balk penghasilan devisa
yang diperoleh dari ekspor barang-barang jadi. Kekuatan komersial dari perusaha¬an-perusahaan
multi-nasional merupakan sebab mengapa perun¬dingan-perundingan yang serius
mengenai pembangunan industri sangat tidak mungkin, karena pemerintah di banyak
negara kaya dan miskin terlampau tergantung pada mereka untuk bersedia melakukan
banyak campur tangan dalam kegiatan-kegiatan mere¬ka. Tetapi bahkan jika suatu
kelompok negara-negara dunia ketiga yang lebih besar dapat kesempatan yang
lebih baik unluk mema¬suki pasaran industri dunia, maka hal ini hanya akan
mengakibat¬kan persaingan yang lebih hebat antara mereka tanpa membawa
pertambahan netto yang berarti negara Barat berarti bahwa sistem keuangan
internasional dalam bentuknya yang sekarang banyak keku-rangannya menurut
pandangan kebanyakan negara yang ikut serta dalam sistem ini.
Tujuan dari setiap kelompok terutama tergantung pada hal
apakah mereka adalah negara debitor atau kreditor. Dunia ketiga menghendaki
kredit murah tanpa ikatan; negara-negara dan lem¬baga-lembaga kreditor OPEC dan
Barat menghendaki keuntungan dan keamanan. Pemerintah kreditor juga menghargai
pengaruh politis yang mereka peroleh, yaitu "ikatan-ikatan" yang
ditentang oleh negara-negara debitor dari dunia ketiga dalam pendapatan bagi
dunia ketiga sebagai keseluruhan.
Keterbatasan anggaran dalam membangun dan menumbuh
kembangakan iklim industrialisasi di negara dunia ketiga, memancing mereka
untuk mendapat pembiayaan dari luar negeri, khususnya negara maju. Dan,
akhirnya banyak menjadi masalah hutang yang gawat dari banyak negara dunia
ketiga itu sendiri, dan itu juga kesulitan bagi negara-negara OPEC untuk
menemukan suatu ben¬tuk investasi yang aman bagi penghasilan surplus dari
penjualan minyak bumi, dan ketidak-stabilan mata-uang yang diderita ba¬nyak.
Tetapi jika negara-ne¬gara Barat dapat menetapkan untuk mereka
sendiri peraturan-¬peraturan yang dapat dikerjakan dengan baik mengenai
penyesuai¬an neraca pembayaran, maka mereka akan mampu menyelesaikan
masalah-masalah spekulatif tanpa perlu memberikan konsesi-kon¬sesi besar kepada
negara-negara dunia ketiga.
Pada waktu ini me¬mang dunia ketiga mempunyai hutang besar,
terutama sesudah terjadi pertumbuhan yang pesat dalam pinjaman dari pasar modal
swasta internasional. Negara-negara kaya akan terpaksa untuk menunda masa
pembayaran kembali hutang-hutang ini untuk menghindari hantu kebangkrutan
massal dari dunia ketiga, tetapi hal ini tidak mungkin akan menghasilkan
persyaratan yang diper¬lunak. Bahkan harapan bahwa OPEC akan merupakan suatu
sum¬ber kredit baru mungkin akan ternyata suatu ilusi belaka; negara¬-negara
OPEC nampaknya mempunyai pandangan yang sama se¬perti negara-negara Barat
mengenai keamanan dan keuntungan dari dana-dana yang mereka tanamkan, dan
nampaknya mereka juga akan berusaha untuk menggunakan setiap kredit yang mereka
berikan sebagai suatu cara untuk memperoleh pengaruh politik.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, 2001, Ekonomi Internasional, Edisi 1. Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta.
DR.Soelistyo,M.B.A. 1981. EKONOMI INTERNASIONAL. YOGYAKARTA: LIBERTY YOGYAKARTA.
DR.Boediono. 1981. EKONOMI INTERNASIONAL. YOGYAKARTA: BPFE-YOGYAKARTA.
DR.Soelistyo,M.B.A. 1981. EKONOMI INTERNASIONAL. YOGYAKARTA: LIBERTY YOGYAKARTA.
DR.Boediono. 1981. EKONOMI INTERNASIONAL. YOGYAKARTA: BPFE-YOGYAKARTA.
http://www.scribd.com/doc/17351198/Buku-Ekonomi-Internasional-Lengkap-OK
. 20 Juni 2016 . Pukul 21:51
http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
. 20 Juni 2016 . Pukul 21:52
http://www.forex.co.id/Kamus/ketajaman-trade-balance.htm
. 20 Juni 2016 . Pukul 21:52