Senin, 24 April 2017

Dua Perusahaan Teh Berebut Merek Dagang

DISCLAIMER

"Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Aspek Hukum Dalam Ekonomi”. Tulisan yang terkandung di dalamnya hanya pendapat penulis berupa informasi atau gambaran umum. Apabila terhadap kesamaan nama tokoh, tempat, gambar dan kejadian-kejadian maka itu hanyalah sebuah kebetulan dan bukan hal yang disengaja. Penulis tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca dalam tulisan ini"


Pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan analisa kasus tentang sengketa merek dagang Teh yang dikenal sebagai “Teh TV” Perusahaan asal ritel Amerika Serikat yang bergerak di penjualan teh dan aksesoris-aksesoris teh yang cukup terkenal dan sudah mulai menjalankan usaha sejak 1997, sedangkan pihak tergugat adalah Perusahaan asal Arab Saudi yang di kenal sebagai “Teh TY”. Perusahaan “Teh TV” menggugat perusahaan “Teh TY” dimana perusahaan tersebut telah menjalankan bisnisnya menggunakan merek “Teh TV” dan telah terdaftar di Direktorat Jendral XYZ sejak 2010.

Di Indonesia, hak merek diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001:

“Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau  beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya” 

Sebelum saya membahas tentang perkara perdata antara merek dagang “Teh TV”, terlebih dahulu saya memberikan kronologis dari kasus tersebut.


Sengketa Dua Merek Dagang “Teh TV” dan “Teh TY”

Teh TV, merupakan perusahaan asal Amerika Serikat yang mengajukan gugatan pembatalan merek Teh TY yang terdaftar dengan sertifikat No. XYZ000237042 milik AMSB & Co. Berdasarkan berkas gugatan, kuasa hukum Teh TV Corporation JSM mengatakan tergugat tidak menggunakan merek Teh TY selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan jasa sejak tanggal pendaftaran.

Penggugat telah mengajukan permohonan pendaftaran merek untuk beberapa kelas termasuk kelas 30 dan 43 untuk produk teh dan jasa kafe. Pasal 63 memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan penghapusan pendaftaran merek,” kata JSM dalam berkas yang diterima.

Penggugat mendaftarkan perkara No. 37/P.S.MERK/201X/PN.N.Jkt.Pst pada 21 Mei 2014. Direktorat Merek KHH menjadi turut tergugat dalam perkara tersebut. Teh TY telah terdaftar pada 17 Februari 2010 pada jenis barang kelas 43 untuk jenis jasa-jasa. Adapun, jenis jasa tersebut adalah penyediaan makanan dan minuman, penginapan sementara, kafe, restoran, dan perhotelan.

Penggugat telah melakukan survei pasar di Indonesia untuk menunjukkan bahwa merek tersebut belum pernah digunakan. Dia juga telah menggandeng Perhimpunan H dan R Indonesia dan Badan VMO untuk menunjukkan tidak adanya pendaftaran dan penggunaan merek Teh TY.

Berdasarkan situs resmi Teh TY, merek tersebut hanya dioperasikan pada tiga lokasi di Arab Saudi dan tidak digunakan di Indonesia. Perkara yang diperiksa di PN Jakarta Pusat tersebut telah memasuki tahapan sidang pertama dengan agenda pemeriksaan para pihak. Namun, pihak tergugat yang berdomisili di Jeddah, Arab Saudi belum hadir kendati sudah dipanggil secara patut. Sesuai dengan undang-undang, majelis memutuskan untuk menunda persidangan hingga 3 bulan ke depan karena pihak tergugat berada di luar negeri.

Analisis


Definisi Hukum Perdata

Secara umum hukum perdata adalah suatu perantara hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu orang/badan hukum lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Definisi Hukum Perdata Menurut Para Ahli

  1. Menurut Van Dunne, hukum perdata adalah “suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”.
  2. H.F.A. Vollmar berpendapat bahwa hukum perdata adalah: “Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”.
  3. Sudikno Mertokusumo mengartikan hukum perdata sebagai berikut: “Hukum antarperorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak”.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, menurut analisa saya hukum perdata adalah suatu peraturan kepentingan hak dan kewajiban setiap individu baik untuk dilindungi maupun diberikan pembelaan bagi masing-masing pihak yang terlibat. Pada kasus sengketa dagang ini bisa dikategorikan menyangkut hukum perdata, karena permasalahan tersebut menyangkut dengan merek dagang antar perusahaan dimana suatu perusahaan merasa dirugikan oleh perusahaan tersebut. Dalam kasus ini, penggugat merasa perlu adanya pembelaan dari Pengadilan dikarenakan pihak tergugat tidak memakai merek dagangnya selama 3 tahun  dan telah terdaftar di Direktorat Merek KHH, kemudian perusahaan yang dikelola oleh Tergugat memiliki kesamaan dalam merek dagang. Hal tersebut dapat membuat penggugat merasa tidak terima dikarenakan pihak penggugat merasa dirugikan. Oleh sebab itu Penggugat mengupayakan putusan di Pengadilan.

Sejarah Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada tahun 1814, Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan Belgia yaitu:
1.Burgerlijk Wetboek, yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda]
2.Wetboek van Koophandel, disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

Menurut analisa saya, dengan adanya sejarah hukum perdata ini menambah wawasan kita mengenai dari manakah hukum perdata ini berasal, serta jika dilihat dari dua pembentukan kodifikasi di atas, kasus sengketa merek dagang ini dapat tergolong ke dalam Burgerlijk Wetboek [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata] ataupun juga Wetboek van Koophandel. Hal ini bisa dilihat dari kasus yang bersangkutan, di mana kasus ini berkaitan dengan perdata dan juga menyangkut masalah perdagangan.

KUH PERDATA

Hukum perdata Indonesia adalah hukum yang berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J. Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1984

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Menurut analisa saya, KUH Perdata dapat dijadikan pedoman mengenai aturan atau hukum yang berlaku di Indonesia, sehingga dengan aturan atau hukum tersebut dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan hukum perdata, contohnya sengketa merek dagang pada perusahaan teh di atas, di mana kasus tersebut ada kaitannya dengan hukum perdata.

AZAS HUKUM PERDATA

Azas Individualitas

Dapat  menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb. Batasan terhadap azas individualitas:

1.    Hukum Tata Usaha Negara
2.    Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3.    Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain

Azas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan

Azas Monogami

Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan mempunyai satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP

Menurut analisa saya, azas individualitas dan azas kebebasan berkontrak di atas ada kaitannya dengan kasus merek dagang pada perusahaan teh. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 pada BAB XI mengenai Penyelesaian Sengketa Bagian 1 mengenai Gugatan atas Pelanggaran Merek dalam Pasal 76 ayat 1 yang menyatakan:

Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:

a) Gugatan ganti rugi, dan/atau
b) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut


Berdasarkan isi pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pihak Penggugat menggugat pihak Tergugat dengan tujuan untuk menutup atau menghentikan bisnisnya karena pihak Penggugat merasa dirugikan atas merek dagangnya telah dipakai oleh pihak Tergugat dan tidak adanya persetujuan antara kedua pihak mengenai merek dagang yang dipakai.


REFERENSI

http://ipnews.acaciapat.com/sengketa-merk-pemeriksaan-teavana-teayana-dilanjutkan/
http://acemark-ip.com/id/news_detail.aspx?ID=112&URLView=default.aspx
http://nasional.kontan.co.id/news/perusahaan-as-menggugat-pembatalan-merek-teayana
http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2