DISCLAIMER
"Tulisan ini dibuat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah “Aspek Hukum Dalam Ekonomi”. Tulisan yang terkandung
di dalamnya hanya pendapat penulis berupa informasi atau gambaran umum. Apabila
terhadap kesamaan nama tokoh, tempat, gambar dan kejadian-kejadian maka itu
hanyalah sebuah kebetulan dan bukan hal yang disengaja. Penulis tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca dalam tulisan ini"
Pada kesempatan kali
ini, saya akan memberikan analisa kasus tentang sengketa merek dagang Teh yang
dikenal sebagai “Teh TV” Perusahaan asal ritel Amerika Serikat yang bergerak di
penjualan teh dan aksesoris-aksesoris teh yang cukup terkenal dan sudah mulai
menjalankan usaha sejak 1997, sedangkan pihak tergugat adalah Perusahaan asal
Arab Saudi yang di kenal sebagai “Teh TY”. Perusahaan “Teh TV” menggugat
perusahaan “Teh TY” dimana perusahaan tersebut telah menjalankan bisnisnya
menggunakan merek “Teh TV” dan telah terdaftar di Direktorat Jendral XYZ sejak
2010.
Di Indonesia, hak merek
diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001:
“Merek dagang adalah
merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya”
Sebelum saya membahas
tentang perkara perdata antara merek dagang “Teh TV”, terlebih dahulu saya
memberikan kronologis dari kasus tersebut.
Sengketa Dua Merek Dagang “Teh TV” dan “Teh TY”
Teh TV, merupakan perusahaan asal Amerika Serikat yang mengajukan
gugatan pembatalan merek Teh TY yang terdaftar dengan sertifikat No.
XYZ000237042 milik AMSB & Co. Berdasarkan berkas gugatan, kuasa hukum
Teh TV Corporation JSM mengatakan tergugat tidak menggunakan merek Teh TY
selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan jasa sejak tanggal
pendaftaran.
Penggugat telah mengajukan permohonan pendaftaran merek untuk
beberapa kelas termasuk kelas 30 dan 43 untuk produk teh dan jasa kafe. Pasal
63 memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan
penghapusan pendaftaran merek,” kata JSM dalam berkas yang diterima.
Penggugat mendaftarkan perkara No. 37/P.S.MERK/201X/PN.N.Jkt.Pst
pada 21 Mei 2014. Direktorat Merek KHH menjadi turut tergugat dalam perkara
tersebut. Teh TY telah terdaftar pada 17 Februari 2010 pada jenis barang
kelas 43 untuk jenis jasa-jasa. Adapun, jenis jasa tersebut adalah penyediaan
makanan dan minuman, penginapan sementara, kafe, restoran, dan perhotelan.
Penggugat telah melakukan survei pasar di Indonesia untuk
menunjukkan bahwa merek tersebut belum pernah digunakan. Dia juga telah
menggandeng Perhimpunan H dan R Indonesia dan Badan VMO untuk menunjukkan tidak
adanya pendaftaran dan penggunaan merek Teh TY.
Berdasarkan situs resmi Teh TY, merek tersebut hanya dioperasikan
pada tiga lokasi di Arab Saudi dan tidak digunakan di Indonesia. Perkara yang
diperiksa di PN Jakarta Pusat tersebut telah memasuki tahapan sidang pertama
dengan agenda pemeriksaan para pihak. Namun, pihak tergugat yang berdomisili di
Jeddah, Arab Saudi belum hadir kendati sudah dipanggil secara patut. Sesuai
dengan undang-undang, majelis memutuskan untuk menunda persidangan hingga 3
bulan ke depan karena pihak tergugat berada di luar negeri.
Analisis
Definisi Hukum Perdata
Secara umum hukum
perdata adalah suatu perantara hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu
orang/badan hukum lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan.
Definisi Hukum Perdata
Menurut Para Ahli
- Menurut Van Dunne, hukum perdata adalah “suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”.
- H.F.A. Vollmar berpendapat bahwa hukum perdata adalah: “Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”.
- Sudikno Mertokusumo mengartikan hukum perdata sebagai berikut: “Hukum antarperorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak”.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, menurut analisa saya hukum perdata adalah suatu
peraturan kepentingan hak dan kewajiban setiap individu baik untuk dilindungi
maupun diberikan pembelaan bagi masing-masing pihak yang terlibat. Pada kasus
sengketa dagang ini bisa dikategorikan menyangkut hukum perdata, karena
permasalahan tersebut menyangkut dengan merek dagang antar perusahaan dimana
suatu perusahaan merasa dirugikan oleh perusahaan tersebut. Dalam kasus ini,
penggugat merasa perlu adanya pembelaan dari Pengadilan dikarenakan pihak
tergugat tidak memakai merek dagangnya selama 3 tahun dan telah terdaftar
di Direktorat Merek KHH, kemudian perusahaan yang dikelola oleh Tergugat
memiliki kesamaan dalam merek dagang. Hal tersebut dapat membuat penggugat
merasa tidak terima dikarenakan pihak penggugat merasa dirugikan. Oleh sebab
itu Penggugat mengupayakan putusan di Pengadilan.
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda
berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun
berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de
Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua
kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus
hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada tahun 1814, Belanda
mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri
Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER
disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia pada 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal
1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan Belgia yaitu:
1.Burgerlijk Wetboek,
yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda]
2.Wetboek van
Koophandel, disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang]
Kodifikasi ini menurut
Prof Mr J, Van Kan BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang
disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Menurut analisa saya,
dengan adanya sejarah hukum perdata ini menambah wawasan kita mengenai dari
manakah hukum perdata ini berasal, serta jika dilihat dari dua pembentukan
kodifikasi di atas, kasus sengketa merek dagang ini dapat tergolong ke dalam
Burgerlijk Wetboek [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata] ataupun juga Wetboek van
Koophandel. Hal ini bisa dilihat dari kasus yang bersangkutan, di mana kasus
ini berkaitan dengan perdata dan juga menyangkut masalah perdagangan.
KUH PERDATA
Hukum perdata Indonesia
adalah hukum yang berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hukum yang berlaku
di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat B.W. Sebagian materi B.W. sudah
dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai
UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837,
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi
dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang
kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J. Schneither dan Mr. A.J. van Nes.
Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui
Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1984
Setelah Indonesia
Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Menurut analisa saya,
KUH Perdata dapat dijadikan pedoman mengenai aturan atau hukum yang berlaku di
Indonesia, sehingga dengan aturan atau hukum tersebut dapat menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan hukum perdata, contohnya
sengketa merek dagang pada perusahaan teh di atas, di mana kasus tersebut ada
kaitannya dengan hukum perdata.
AZAS HUKUM PERDATA
Azas Individualitas
Dapat menikmati
dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya dan dapat melakukan perbuatan
hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb.
Batasan terhadap azas individualitas:
1.
Hukum Tata Usaha Negara
2.
Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3.
Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
Azas Kebebasan
Berkontrak
Setiap orang berhak
mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang
belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan
dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan
Azas Monogami
Seorang laki-laki dalam
waktu yang sama hanya diperbolehkan mempunyai satu orang istri. Namun dalam
pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP)
membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3
ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP
Menurut analisa saya,
azas individualitas dan azas kebebasan berkontrak di atas ada kaitannya dengan
kasus merek dagang pada perusahaan teh. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 pada BAB XI mengenai Penyelesaian Sengketa Bagian 1
mengenai Gugatan atas Pelanggaran Merek dalam Pasal 76 ayat 1 yang menyatakan:
Pemilik Merek terdaftar
dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan
Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang
atau jasa yang sejenis berupa:
a) Gugatan ganti rugi,
dan/atau
b) Penghentian semua
perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut
Berdasarkan isi pasal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pihak Penggugat menggugat pihak Tergugat
dengan tujuan untuk menutup atau menghentikan bisnisnya karena pihak Penggugat
merasa dirugikan atas merek dagangnya telah dipakai oleh pihak Tergugat dan
tidak adanya persetujuan antara kedua pihak mengenai merek dagang yang dipakai.
REFERENSI
http://ipnews.acaciapat.com/sengketa-merk-pemeriksaan-teavana-teayana-dilanjutkan/
http://acemark-ip.com/id/news_detail.aspx?ID=112&URLView=default.aspx
http://nasional.kontan.co.id/news/perusahaan-as-menggugat-pembatalan-merek-teayana
http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar